Cerita ini menceritakan tentang keluarga sepasang pasangan muda. Sebut saja rumah tangga keluarga Rafli. Rumah tangga yang tidak bisa dikatakan harmonis. Pasangan muda yang sudah memiliki seorang anak balita itu hampir setiap hari bertengkar. Ada saja yang mereka pertengkarkan. Dari urusan sepele seperti mengantar anak mereka ke TK sampai urusan dapur dan isu perselingkuhan.
Sudah bukan hal aneh lagi jika para tetangga mendengar teriakan-teriakan mereka di tengah pagi buta diiringi dengan suara pecahnya barang-barang di rumah pasangan tersebut.
Hal ini berlangsung terus selama hampir satu tahun lamanya ketika Tuan Rafli tak bisa lagi menahan emosinya dan pada suatu hari, di tengah pertengkaran hebat, ia membunuh istrinya sendiri.
Tak ada tetangga dan kerabat yang mengetahui hal ini. Setiap kali mereka menanyakan keberadaan Nyonya Rafli, ia selalu berujar bahwa istrinya sedang ngambek dan kembali ke rumah orang tuanya. Mereka tak berani menanyakan lebih jauh karena takut akan tabiatnya yang mudah meledak sewaktu-waktu.
Tak ada yang mengira bahwa sang istri telah tewas dan kini tubuhnya telah berada di dasar danau dekat tempat tinggal mereka.
Semenjak ‘kepergian’ istrinya, Tuan Rafli hidup hanya berdua di apartemennya bersama anak semata wayangnya, Bryant. Sementara itu para polisi yang dilapori oleh kerabat sang istri yang mulai curiga masih tak menemukan petunjuk perihal keberadaan wanita malang tersebut. Mereka sudah berusaha mencari ke mana-mana, tapi penyelidikan mereka tak membuahkan hasil.
Sementara itu Tuan Rafli yang merasa aman karena tak ada yang mengetahui perbuatannya, merasa lega karena Bryant sama sekali tidak terlihat sedih karena tak bertemu ibunya selama berbulan-bulan. Ia bahkan tidak pernah menanyakan ibunya sama sekali. Perangainya tetap tenang seperti sebelumnya.
Sedikit kuatir dengan anak laki-lakinya itu, pada suatu hari ia bertanya padanya.
“Apakah kamu tidak merindukan ibumu? Apakah kamu baik-baik saja, iyan?”
Iyan menghentikan permainan mobil-mobilannya dan mendongak pada ayahnya.
“Aku nggak apa-apa, Pa. Aku cuma heran aja kenapa papa terus menerus selalu menggendong mama di pundak selama berbulan-bulan. Apa Papa nggak capai..??"
-The End-
0 komentar:
↓↓↓ Expresikan Komentar Anda ↓↓↓
Posting Komentar
Maaf kalau mister tidak sempat menjawab/membalas komentar kalian, dikarenakan mister tidak online 24 jam.